Siswa dan Pembinaan Prospek yang Cerah

RADAR SURABAYA ● RABU, 4 APRIL 2012

Oleh: Junaidi*

Anak-anak mempunyai hak dasar sesuai UU Perlindungan Anak pasal 10, bahwa suara mereka wajib didengar dan dipertimbangkan. Orang tua tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada anak. Apalagi bersikap otoriter termasuk masalah yang terkait dengan sekolah dan cita-cita anak.

Semua individu memiliki hak yang sama dalam menyampaikan gagasannya di depan umum, lebih-lebih seorang anak yang merupakan generasi masa mendatang. Semua gagasan dan pertimbangannya harus dipikirkan dengan jernih dan sportif. Berbagai gagasan dan pendapat dari individu baik itu anak-anak, secara umum orang tua dan guru harus dihargai. Sebuah pendapat merupakan cikal bakal dari suatu perubahan yang akan membawa kemajuan. Seorang anak dalam meneruskan cita-cita dan bakatnya harus mendapat dukungan penuh dari orang tua dan guru, terutama siswa yang masih duduk di bangku sekolah agar terus diberi motivasi untuk menggapai masa depan yang cerah dan bisa melanjutkan cita-citanya ke perguruan tinggi yang sesuai dengan bakatnya tersebut.

Memang dibenarkan hal-hal yang menurut kita (orang tua) merupakan jalan yang baik untuk masa depan dalam kehidupan ini untuk digagaskan kepada orang lain (anak). Misalkan orang tua memaksakan anaknya untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi dengan mengambil jurusan sesuai keinginan dan pandangan orang tuanya. Jika sang anak tidak menuruti kehendak orang tuanya, maka biaya pendidikannya akan terancam tidak akan dilunasi. Melihat hal demikian, seorang anak harus memaksakan dirinya untuk mengikuti gagasan orang tuanya agar bisa melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.

Padahal, jika kita pandang dari psikologi anak, mereka akan terbebani dengan jurusan yang tidak sesuai dengan bakat dan keahliannya. Sehingga mereka akan mengalami gangguan kejiwaan dan sering tertekan saat menghadapi materi-materi yang bukan dalam bidanganya. Meilihat hal demikian, sebagai orang tua dan guru yang merupakan orang tua yang kedua dari seorang anak, maka harus lebih cenderung kepada keahlian dan bakat seorang anak untuk terus mendukung dan memotivasi pendidikannya secara maksimal ke perguruan tinggi yang dikehendaki oleh mereka. Prospek seorang anak ada pada diri mereka masing-masing dan akan tumbuh dengan sendirinya kelak ketika sudah menjadi dewasa. Pemaksaan cita-cita kepada seorang anak harus diberhentikan agar kejiwaan anak tidak terbebani dan terganggu.

Kuliah Gengsi

Kuliah, yang dengan kata lain melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi(PT) setelah Sekolah Menengah Atas (SMA) merupakan hal yang menjadi sebuah keharusan oleh seorang anak (siswa) setelah mereka tamat dari bangku sekolah. Sebuah keharusan itulah yang menjadi tantangan setelah mereka lepas dari bangku sekolah. Mereka harus lebih maksimal dalam belajar dalam melanjutkan cita-citanya yang luhur.

Namun, kadang kala seorang anak berani dan siap untuk meneruskan pendidikannya hanya karena malu dan takut dikatakan sebagai anak yang tidak berpendidikan. Kadang juga karena melihat teman-temannya yang lain melanjutkan, sehingga jika mereka tidak ikut melanjutkan merasa malu dan gengsi terhadap masyarakat dan dunia yang makin lama ini makin modern dengan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ini juga merupakan sebuah tantangan bagi orang tua, karena mereka memiliki anggapan bahwa anaknya memiliki obsesi dan cita-cita yang tinggi. Padahal, pada substansinya mereka melanjutkan hanya karena gengsi yang pada akhirnya juga akan mengganggu psikis anak tersebut.

Pembentukan cita-cita seorang anak harus diberi pandangan dan berbagai motivasi sejak dini, sejak mereka berada di bangku sekolah, yaitu pra anak melanjutkan pandidikannya agar masa depan pendidikannya jelas terarah ke jalan yang lebih cerah. Selain itu pula agar ketika melanjutkan pendidikannya bukan hanya karena gengsi kepada teman-temannya yang juga bisa melanjutkan sesuai dengan cita-cita mereka masing-masing.

Kuliah Urgensi

Melanjutkan pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi prospek siswa agar lebih berwawasan luas dalam menjalani kehidupan ini. Dunia kampus bukan sekedar sebuah tempat mendapat kebebasan penuh dalam bergaul dibanding dengan sejak di bangku sekolah. Akan tetapi, dunia kampus merupakan lebih dari pendalaman dan penambahan ilmu yang masih tidak kita pelajari di bangku sekolah. Dunia kampus bagi siswa yang memiliki obsesi dan cita-cita tinggi merupakan hal yang urgen untuk berkecimpung lebih banyak lagi dari pada sejak mereka duduk di bangku sekolah.

Melanjutkan kuliah bukan hanya sekedar untuk mendapatkan kebebasan yang mutlak, baik dalam bergaul dan beradu pendapat dengan lawan kita. Akan tetapi secara substansial, kuliah merupakan tempat kita belajar ilmu pengetahuan dan belajar lebih dewasa saat akan menghadapi berbagai persoalan hidup yang akan datang. Kebebasan dalam segala hal ketika berada dalam bangku kuliah bukanlah hal yang utama, akan tetapi hal yang menjadi cita-cita siswa itulah yang utama pada perguruan tinggi dengan menerapkan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat.

Antara kuliah gengsi dan kuliah urgensi kini menjadi persoalan yang rumit untuk kita ketahui dengan baik yang ada pada pribadi seorang anak. Sehingga dalam menyikapi kuliah gengsi agar lebih baik prospeknya bagi berlangsungnya masa depan anak, maka sebagai orang tua dan seorang pendidik harus lebih banyak memberikan penyadaran akan pentingnya pendidikan dan berwawasan luas dengan cita-cita yang luhur, sehingga mereka yang kuliah gengsi bisa termotivasi dan memodivikasi kuliahnya menjadi kuliah urgensi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan wawasannya.

* Penulis adalah mahasiswa Jurusan Sastra Inggris fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya.

 E-Mail                        : john_gapura@yahoo.com

Leave a comment