Peran Haji dalam Lingkungan Sosial

RADAR SURABAYA ● Rabu, 16 November 2011

 Oleh: Junaidi*

Rukun Islam ada lima perkara, membaca dua kalimat syahadat, salat, zakat, puasa, dan yang terakir adalah haji. Dari lima rukun islam yang dianggap paling suci dan mulia adalah haji. Karena haji merupakan ibadah yang jarang dilaksanakan dan pelaksanaannya disesuaikan dengan perintah dan kejadian dimana amalan-amalan yang dikerjakan itu langsung seperti yang dilakukan oleh nabi sendiri atau para pendahulu. Para pilgrim setidaknya harus memiliki niat yang sungguh-sungguh dan mendalam saat akan melaksanakan ibadah haji agar ketika pulang ada bekas dan perubahan yang bernilai positif kepada lingkungan sosial. Karena haji dalam satu tahun hanya dilaksanakan satu kali, itu pun jika keadaannya memungkinkan, namun jika keadaannya tidak memungkinkan seperti di arab Saudi tidak aman ketika ada peperangan, maka pelaksanaan ibadah haji tidaklah wajib.

“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim, barang siapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia, mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah, barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah maha kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”. (al-‘Imran: 97).

Berdasarkan pada ayat tersebut, pelaksanaan ibadah haji hanya khusus kepada mereka yang mampu dalam perjalanannya. Sama dengan ibadah-ibadah yang lain, dalam pelaksanaan ibadah haji kita diharuskan memiliki jiwa dan fisik yang sehat, jika jiwa dan fisik kita lemah, maka ibadah apa pun tidak wajib dilakukan, termasuk ibadah haji.

Menjaga kebugaran dan kesehatan jiwa dan fisik menjadi kewajiban tersendiri dan penting bagi orang-orang islam yang akan melaksanakan ibadah haji. Tanpa ada persiapan yang benar-benar baik dan maksimal, maka pelaksanaan ibadah haji tidak akan berjalan dengan baik pula, begitu juga kelancaran pelaksanaannya akan terganggu.

Seluruh amalan ibadah haji merupakan amalan peninggalan dari kahidupan nabi. Amalan-amalan tersebut ada yang disebut tawaf, sa’i, wukuf, ihram, dan mabit. Itu merupakan amalan-amalan ibadaha haji yang memiliki makna dan simbol-simbol tersendiri. Makna-makna dan simbol itu dapat kita pelajari lebih dalam dan mendeatail lagi di dalam kitab-kitab dan literatur Islam klasik dan kontemporer. Jika salah satu amalan tersebut ada yang tidak terlaksana akibat udzur yang selayaknya, maka kita tidak harus menggantinya dengan ibadah yang sama, akan tetapi kita cukup dengan membayar denda (dam) yang telah ditentukan dalam aturan syariat agama Islam. Itulah sebuah kemurahan di dalam agama Islam, Islam tidak akan menjadikan umat ini terbelit di dalam segala urusan kehidupan yang mereka anggap sebagai ujian di dunia ini.

Ibadah haji merupakan ibadah sampingan yang wajib. Meskipun kita tidak melaksanakan ibadah haji tidaklah menjadi alasan, tetapi jika itu sesuai dengan keadaan yang membelit kita. Namun, jika kita ingin agama lebih sempurna, maka dianjurkan untuk melaksanakan ibadah haji. Kesempurnaan agama kita terletak ketika kita telah melaksanakan ibadah haji. Karena ketika kita telah melaksanakan ibadah haji dan berada di tanah suci Mekkah (saat melaksanakan ibadah haji), maka secara otomatis seluruh ibadah yang lainnya akan bisa terlaksana juga.

Saat berada di tanah suci Mekkah, kita sudah memiliki peluang dan kesempatan untuk melakukan salat lima waktu, berpuasa, zakat, dan membaca dua kalimat syahadat yang memang telah menjadi hidangan sehari-hari ketika melaksanakan salat lima waktu. Dengan alasan demikian, ibadah haji merupakan sempurnanya agama seseorang, akan tetapi niat suci dan murni saat akan melaksanakan ibadah haji haruslah tertanam dalam dan kuat.

Nilai Sosial

Melaksanakan ibadah haji haruslah memiliki tekat dan kemauan yang sungguh-sungguh dengan berniat untuk melaksanakan ibadah haji sebagai rukun dan kewajiban agama Islam yang kelima. Jika kita salah berniat ketika akan melaksanakan ibadah haji, maka kemungkinan haji kita tidak menjadi haji yang mabrur, akan tetapi menjadi haji yang mardud (na’ữdzu billãhi min dzãlika). Namun, jika kita benar-benar menjadi haji yang mabrur tentunya ada dampak positif dalam kehidupan sosial.

Perlu kita ketahui bahwa kadang ada jamaah haji Indonesia berangkat ke tanah suci Mekkah tidak memiliki niat yang tulus untuk melaksanakan ibadah haji. Akan tetapi ada dari mereka berniat untuk mengasah ilmu hitam dan juga ada yang ingin mengais keuntungan dengan membawa barang dagangan ke mekkah. Dari sinilah kita harus menyadari sebagai jamaah haji Indonesia agar benar-benar memiliki niat yang seutuhnya untuk berhaji melaksanakan rukun Islam yang kelima.

Dari pengamatan saya, banyak orang yang telah berhaji, namun tingkah lakunya tetap bahkan tambah buruk dari sebelumnya dalam lingkungan sosial. Ini bisa diakibatkan oleh kurangnya niat mereka dalam melaksanakan ibadah haji, shingga menjadi haji mardud, na’udzu billahi min dzalika. Sebagian dari mereka meskipun telah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, dalam kehidupannya malah merajai sebagai perampok yang memakai peci atau songkok putih. Orang yang seperti inilah yang kita takutkan dalam lingkungan sosial, jika kita menuduh orang ini tidak sukses dalam melaksanakan ibadah haji, tentu kita yang akan salah dengan berburuk sangka. Nilai-nilai sosial yang positif harus ditunjukkan oleh mereka yang telah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah.

Tidak hanya yang berhaji saja, akan tetapi orang yang telah berumrah beberapa kali, dalam kehidupannya tidak lepas dari main perempuan. Ini yang sangat mengecewakan bagi kita dan umumnya bagi agama Islam. Dari itulah niat untuk melaksanakan ibadah haji atau umrah haruslah diperkuat sejak dini sebelum berangkat ke tanah suci mekkah. Sehingga ketika pulang dari berhaji atau berumrah tidak hanya untuk hidup saja, akan tetapi kita hidup untuk berhaji atau berumrah yaitu melaksanakan kewajiban sebagai orang islam, dengan membangun nilai-nilai yang positif dan lebih baik dari sebelumnya terhadap norma-norma sosial yang berlaku di masyarakat.

* Penulis adalah Pemikir Islam Kontemporer sekaligus Pemerhati Budaya dan Sosial di Madura tinggal di Surabaya.

 E-Mail                        : john_gapura@yahoo.com

Leave a comment