Memahami Paradigma Politik NU

Dakwatuna: Jumat, 30-08-2013

Cover Paradigma Politik NU Relasi Sunni-NU dalam Pemikiran Politik (Junaidi Khab)

Cover Paradigma Politik NU Relasi Sunni-NU dalam Pemikiran Politik (Junaidi Khab)

Judul               : Paradigma Politik NU Relasi Sunni-NU dalam Pemikiran Politik

Penulis             : Ridwan, M.Ag.

Penerbit           : Pustaka Pelajar

Tebal               : 314 halaman

ISBN               : 979-3477-59-8

Peresensi         : Junaidi Khab*

dakwatuna.com – Nahdlatul Ulama (NU) bisa dipahami sebagai jam’iyah atau gerakan sosial yang sulit dipisahkan dari dinamika politik nasional. Organisasi dengan komunitas santri terbesar tersebut menyebabkan aktivisnya seringkali terlibat di dalam kegiatan politik (praktis). Tujuan kenegaraan hingga partai politik hampir tidak mungkin mengabaikan kekuatan dan jaringan sosial jam’iyah ini (Hal. v-vi).

Pemaknaan perilaku politik santri dari pengikut dua organisasi Islam terbesar di negeri ini (NU dan Muhammadiyah) merupakan perdebatan panjang yang tak mudah didialogkan dan dipecahkan. Namun, politik haruslah dipahami sebagai masalah publik dengan sistem dan mekanismenya sendiri. Fakta hidup kaum santri di dalam suatu realitas kebangsaan, membawa mereka pada suatu sistem dan mekanisme di luar cara hidup tradisional kesantrian.

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa setiap persoalan dapat dijawab dan dijelaskan atau diantisipasi secara fiqh. Dalam konteks ini fiqh tampak berfungsi memberikan pembenaran terhadap perilaku politik NU dan kemungkinan perubahan tingkah laku itu sendiri ketika menghadapi realitas yang berubah pula (Hal. 203).

Konflik politik mungkin lebih tepat jika dipetakan dalam polarisasi baru di luar peta modernis dan tradisionalis. Tapi soal beda kepentingan yang profan dan sekuler merupakan fakta bahwa kaum santri yang disebut tradisionalis itu kini banyak bergelar sarjana dan doktor dalam berbagai bidang ilmu. Mereka tiba-tiba harus memobilisasi diri secara vertikal bersama naiknya beberapa elite gerakan ini ke dalam pentas politik nasional, sebagai presiden, ketua DPR, menteri, atau jabatan publik lainnya.

Implementasi nilai-nilai tawassuth, tawazun, dan ta’adul tercermin dari sikap penganut Sunni yang elastis, fleksibel, dan toleran dalam menghadapi pluralitas sosial dengan berbagai ragam tradisi dan keyakinan dengan mengambil sikap tengah. Ia tidak mendahulukan akal daripada nash, tetapi juga tidak mengebiri potensi akal. Ia tidak mengenal sikap ekstrim dan tidak mengkafirkan sesama muslim (Hal. 121).

Elite santri dan pemimpin berbagai gerakan Islam harus membuka diri dari ego personal kolektifnya terhadap pementingan diri pribadi. Tanpa sikap demikian, bukan egoisme atau kesadaran kolektif aliran yang mungkin tumbuh, tetapi ego klientalisme personal yang tidak lagi peka dan peduli terhadap segala akibat buruk dari tindakan politik terhadap Islam dan kesantrian, apalagi kemanusiaan dan kebangsaan.

Akibatnya, solidaritas atau kesadaran kemanusiaan dan kebangsaan kaum santri seringkali sulit dipenuhi. Sentimen islamisme di awal kemerdekaan yang semula merupakan basis kekuatan dari gerakan yang semula merupakan basis kekuatan dari gerakan perang kemerdekaan, bisa muncul dalam bentuk yang lebih berbahaya di alam demokrasi yang lebih terbuka ini, kecuali hal tersebut bisa didesakralasasi.

Para pemimpin NU kurang mampu merumuskan cita-cita politik yang berdimensi luas dan sumber-sumber kitab klasik yang dirujuk kurang mendukungnya. Baru setelah beberapa generasi muda NU yang berpendidikan Barat seperti Muhammad Iljas, K.H. Wahdi Hasyim, Mahfudz Siddiq, Abdullah Ubaid berperan, maka kecenderungan untuk menggalang kerjasama dengan kekuatan lain dilakukan (Hal. 192).

Karya Ridwan ini bisa ditempatkan sebagai usaha penjernihan berbagai persoalan politik di kalangan komunitas Muslim, lebih khusus bagi komunitas NU. Dari buku semacam ini kita bisa memahami bagaimana NU memandang persoalan politik dan dirinya sebagai bagian dari pemahaman dan praktik keagamaan (teologi). Pembaca akan memperoleh gambaran tentang berbagai persoalan politik dalam dinamika gerakan Islam terbasar di Indonesia ini, sekaligus memahami dinamika politik nasioanl. Namun untuk itu diperlukan sikap kritis, baik terhadap karya seperti ini ataupun terhadap setiap pandangn atau keyakinan keagamaan, lebih-lebih yang berkaitan dengan dinamika kehidupan sosial dan politik.

* Peresensi adalah Mahasiswa Jurusan Sastra Inggris Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Hp                               : 087866119361       

E-Mail                         : john_gapura@yahoo.com

http://esq-news.com/2013/berita/09/02/agar-hidup-bahagia-dan-mudah-mendapat-jodoh.html

Leave a comment